Minggu, 10 Juli 2011

Peringatan Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW

Kepala TPA Menyampaikan Sambutannya
“Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW merupakan peristiwa penting bagi umat Islam yang memiliki makna khusus dalam memperkokoh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho kemudian dilanjutkan menuju Sidratul Muntaha guna menghadap Allah SWT”, demikian sambutan Kepala TPA Al-Ikhlas Palu dalam peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw yang digelar di halaman TPA Al-Ikhlas pada tahun 2011.

Kegiatan tersebut menghadirkan Narasumber Ust. Abdul Haris Abdullah, S.ThI (MUI Kota Palu) yang dalam ceramahnya menguraikan bahwa peristiwa tersebut hanya dapat diterima dan dipahami oleh orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan dalam peristiwa perjalanannya Nabi Muhammad SAW juga mendapatkan wahyu dari Allah SWT untuk melaksanakan sholat lima waktu dan selalu menjaga wanita.
Sebelum menutup ceramahnya, Ust. Abdul Haris kembali mengingatkan bahwa Rasulullah adalah sosok "uswah", pribadi yang hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak saja "muballigh" (penyampai), melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi "percontohan" bagi semua yang mengaku pengikutnya.
Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh Pengurus TPA, Santi-santri TPA dan orangtua/walinya serta masyarakat sekitar.
Ust. Abdul Haris Menyampaikan Ceramahnya
Orang Tua Santri Mengikuti Kegiatan
Santri Bersama Warga Sekitar TPA

Read More......

Kamis, 19 Mei 2011

PENERIMAAN SANTRI BARU

SELAMAT DATANG SANTRIWAN-SANTRIWATI BARU
TAMAN PENDIDIKAN ALQURAN AL-IKHLAS PALU

Anak merupakan amanah dari Allah SWT yang harus kita jaga dan kita didik dengan baik. Allah SWT telah menanamkan fitrah suci pada anak-anak, yang dengan fitrah bersebutlah ia akan menjadi permata yang sangat berharga. Namun Allah SWT juga telah membekalinya dengan rasa, potensi diri dan panca indera. Dan kitalah yang bertanggung jawab untuk mengembangkan segala rasa dan potensi diri yang dimiliki pada tiap anak.
Sesungguhnya masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur, paling panjang, dan paling dominan bagi seorang murabbi untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih ke dalam jiwa dan sepak terjang anak-anak didiknya. Apabila masa ini dapat dimanfaatkan oleh sang murabbi secara maksimal dengan sebaik-baiknya, tentu harapan yang besar untuk berhasil akan mudah diraih pada masa mendatang, sehingga kelak sang anak akan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tahan dalam menghadapi berbagai macam tantangan, beriman, kuat, kokoh, lagi tegar.


Berdasarkan hal tersebut, Taman Pengajian Alquran Al-Ikhlas Kelurahan Nunu menerima santriwan-santriwati baru untuk didik menguasai Baca Tulis Alquran, mendapatkan pendidikan moral, hafalan doa harian dan surat pendek, serta privat bahasa inggris dengan kelas yang menyenangkan.

Read More......

Gerakan Dakwah Transformatif


“Ideologi bukan ibarat baju yang bisa dipakai atau digantungkan menurut musim. Bukan pula untuk disembunyikan di bawah bantal. Ideologi mengandung norma-norma, titik-tolak, motivasi, pendorong dan sumber-sumber tenaga untuk gerak melaksanakan program. Bagi masing-masing pejuang, ideologi sudah lama tertanam dalam bathin mereka, ada yang bersifat transendental melalui wahyu ilahi, ada pula sebagaian hasil pemikiran manusia yang sudah bersejarah. Ideologi dan program adalah dua sisi dari mata uang yang satu”. (M. Natsir)

Anatomi Masyarakat Islam : Telaah Realitas
Bentuk masyarakat Islam yang mengikuti pola pemahaman terhadap ajaran Islam yang sangat dipengaruhi oleh situasi sosial-historis-politik. Para urutannya kemunculan keragaman interpretasi terhadap ajaran Islam dipicu oleh hubungan Islam dengan sosio politik Timur dan Barat. Hubungan Islam dengan peradaban Timur bisa dikatakan mengalami masa harmonis sehingga peradaban Timur selanjutnya seperti merepresentasikan Islam itu sendiri, sementara hubungan Islam dengan peradaban Barat, kendati sangat tidak harmonis, ternyata telah menyebabkan beberapa ajaran Islam yang “dijungkirbalikan” oleh pemahaman Barat. Pemahaman ini tentu saja didukung oleh ilmu pengetahuan yang berkembang di kawasan tersebut. Sehingga hasil dari hubungan tersebut menyebabkan muncul berbagai tipologi masyarakat (gerakan) Islam.


Pada tahun 1985, R.Hrair Dekmejian menyebutkan ada sembilan dialetikal masyarakat Islam :
javascript:void(0)
Sekularisme (secularism) versus Teokrasi (theocracy);

Islam Modernisme (Islamic modernism) versus Islam Konservatif (Islamic conservatism);

Islam Pembangunan (establishment islam) versus Islam Fundamentalis (Fundamentalism islam);

Para Elit Penguasa (Rulling elites) versus Islam Radikal (Islamic radicals);

Orang Kaya (elites Ellites) versus Islam Sosialis (Islamic Socialist)

Nasionalisme etnik (ethnic Nationalism) versus Penyatuan Islam (Islamic Unity);

Islam sufi (sufi Islam) versus Militansi Fundamentalis (Fundamentalist Militancy)

Islam Tradisional versus Islam Fundamentalis

Wilayah Islam (Dar al-Islam) versus Wilayah perang (Dar al-Harb)

Secara spesifik dalam konteks ke-Indonesia-an, peta masyarakat Islam telah banyak diuraikan oleh beberapa sarjana asing. Salah satu yang paling dan selalu mengundang perdebatan adalah adanya Islam Abangan, Santri, Priyayi. Kendati ini dalam konteks Jawa, namun belakangan menggunakan tipologi ini untuk menggeneralisasi masyarakat Islam di Indonesia. Pada gilirannya munculah berbagai ragam tipologi masyarakat Islam di Indonesia yang berkembang sampai sekarang mirip dengan apa yang disebutkan diatas .

Gerakan Dakwah Transformatif

Istilah Transformasi bisa ditemukan dalam buku Kuntowijoyo, Identitas Pilitik Umat Islam. : Dalam buku tersebut terdapat beragam istilah diantaranya Transformasi Politik, dan Transformasi Budaya. Istilah ini juga muncul pada trend pemikiran Islam yaitu “Teologi Transformatif” (Sosialisme Demokrasi Islam) tetapi pandangan yang hendak di sampaikan pada tulisan ini bukan pemikiran teologi transformatif tetapi Gerakan Dakwah yang berpijak pada Transformasi tatanan masyarakat secara utuh dan menyeluruh.

Sesungguhnya Gerakan Dakwah Transformatif adalah gerakan dakwah yang diberjalankan oleh Rosululloh SAW. Beliau melaksanakan Transformasi yang fondamental dalam tatanan masyarakat pada seluruh aspek kehidupan. Transformasi ideology, politik, social, budaya, ekonomi, pendidikan bahkan system keamanan negara dan struktur negara. Inilah yang dijaman Rosululloh dikenal dengan Perjuangan Islam Kaffah. Dakwah yang merubah perilaku individu, masyarakat, dan negara secara utuh, integral dengan cara “Radikal” dan “Revolusioner”.

Gerakan dakwah ini menginginkan adanya transformasi masyarakat dan negara kepada cita-cita transcendental yaitu sebuah tatanan masyarakat yang di kehendaki oleh Allah SWT.

Gerakan Dakwah Transformatif bukan dakwah “gincu” atau “warna” terhadap negara dan kehidupan masyarakat, bukan pula “garam” atau “rasa” terhadap kehidupan bernegara dan bermasyarakat, karena Islam adalah “warna” , “rasa” dan “negara” itu sendiri. Sehingga Gerakan Dakwah Transformatif adalah gerakan yang mencita-citakan tegak berdirinya Negara Islam, karena Islam adalah Negara dan dalam negara Wajib tegaknya Syari’at Islam.

Cita-cita politik Islam bukan hanya legalistic/formalistic bukan juga hanya substansialistik tetapi kedua-duanya. Islam mencita-citakan adanya legalistic/formalistic dan hadirnya nila-nilai substansialistik. Islam tidak hanya dipahami sebagai “Islam Ibadah”, tidak juga hanya “Islam Politik” tetapi Islam adalah keseluruhan Ibadah yang menyangkut pula dimensi sosial politik.

Terlepas adanya the politic of fear atau faer factor,- “Politik Ketakutan” sebagian umat Islam secara khusus dan umumnya bangsa Indonesia atas sejarah masa lalu, cita-cita Negara Islam bukan hanya suatu keharusan atau solusi alternatif dari carut marutnya kehidupan peradaban manusia tetapi adalah SUATU KEWAJIBAN sehingga wajib untuk diperjuangkannya.

Sedikit literature yang mengangkat adanya Gerakan Dakwah Transformatif pada masa Orde Baru khususnya kurun waktu 1980-2000, sehingga bisa dikatakan keberadaanya diantara “ada dan tiada”. Gerakan ini “ada” setidaknya dalam wacana-wacana pemikiran politik Islam dan dikatakan tiada karena termarginalkan oleh negara dan komunitas dakwah lainnya dan kalaupun ada dalam kontek gerakan dakwah pada masa Orde Baru ini juga masih “abu-abu” alias “samar” apakah betul-betul murni gerakan dakwah transformatif atau ulah dari invisible government Ali Moertop Cs yang melakukan “rekayasa politik”.

Adanya upaya pengkerdilan/pembonsaian gerakan dakwah bahkan pembumi-hangusan dari setiap gerak upaya menegakan “Kedaulatan Allah” dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini disebabkan pada beberapa hal diantaranya :

Periode 1980 –1990 adalah periode yang masih dihinggapi oleh Trauma Sejarah sehingga negara memberikan sikap refresif terhadap setiap gerakan yang mengarah pada cita-cita mendirikan Negara Islam.

Trauma Sejarah melahirkan sikap tidak berani “fear factor” dari setiap elit politik sampai dengan tahun 2004 sekarang untuk menerima pandangan dan harapan pada penegakan syari’at Islam.

Penghukuman (Hukuman sosial maupun politik) terhadap Gerakan Dakwah Transformatif yang tidak adil dengan memberikan lebel : Subversif, Makar, Terorisme, Fondamentalis, Sesat dll baik oleh kelompok sosial masyarakat maupun negara yang berkuasa. Sehingga ruang geraknya menjadi terbatas, terinjak dan terdzolimi. Tidak ada kebebasan seperti yang dihirup oleh gerakan dakwah lainnya. Hal ini sebetulnya wajar karena secara prinsip ideologis membuat front terhadap penguasa negara.

Gerakan dakwah transformatif “terkesan” sendirian dan dikucilkan oleh “teman-teman-nya” dalam upaya membangun kesadaran Islam bagi Umat Islam untuk melaksanakan Islam secara kaffah, utuh dan menyeluruh.

Strategi Pemerintah Orde Baru pada gerakan-gerakan dakwah yang mencirikan “Transformatif” adalah mendeskriditkan para aktifis Muslim dengan cara menghubung-hubungkan mereka dengan ekstrim kanan, terorisme dan kemudian mengancam dan menganiaya mereka. Sebelum pemilihan Presiden Soeharto keempat kali di bulan Maret 1983, ratusan Muslim dibunuh oleh pasukan berani mati di Jawa Timur.

Pada September 1984 di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sepasukan tentara menembakan pelurunya ke arah kerumunan Muslim yang berajak menuju kantor Polisi tempat empat pengurus masjid ditahan. Sedikitnya tiga puluh orang terbunuh dan banyak lagi yang terluka. Antar 1985 dan 1987, lebih dari 150 orang Muslim diberi hukuman berat karena berbagai aktifitas politik. Dalam banyak pengadilan politik pada tahun 1989 dan 1990, para aktifis Islam diberi hukuman berat di Lampung, Bima, Bandung, Bogor, Jakarta, Malang dan Aceh. Tuduhan beragam dari mulai menghina pemerintah hingga tuduhan subsevsif yang bermaksud mendirikan sebuah Negara Islam.

Berjalan di “Kedalaman Bumi”

Sering kita terpedaya oleh serba adanya kehidupan “permukaan bumi” sesuatu yang “tampak” kasat mata kadang menjebak langkah kaki menapak diluar tanpa merasakan perjalanan di “kedalaman bumi”. Emas yang disuguhkan di etalase lebih diminati tinimbang gumpalan emas yang membutuhkan eksplorasi. Bensin, solar, premium dan bahan bakar memberikan kemudahan aktifitas kehidupan walaupun sekian elementnya menjadi faktor kesengsaraan. Bila harus memilih memancing ikan di sungai atau lautan dengan membeli ikan di etalase supermarket tentunya lebih enjoy antri di kassa dengan menenteng ikan gureme di plastik. Sungguh “keterlaluan” kalau ada yang mengajak mari berjalan di “kedalaman bumi”.

Pandangan materialis merubah struktur bathin yang immaterialis, pola hidup lahiriah menerpa unsur ruhaniyah baik secara personal maupun sosial. Hidup di “permukaan bumi” yang lebih terlihat “gincunya” dan mungkin juga telah terasa “garamnya” lebih dipilih dibandingkan dengan “kedalaman bumi” yang hanya ada gumpalan emas, milyaran kubik minyak bumi, milayaran kilogram ikan-ikan beragam jenis.

Hayatilah perumpamaan-perumpamaan dari Allah SWT tentang kehidupan, betapa pohon yang menjulang kelangit dan berbuah setiap musim terlahir dari akar yang kokoh kuat pada “kedalaman bumi”. Madu manis dalam botol-botol terbuat dari kerja keras tiada henti pasukan lebah menghisap madu-madu kembang yang sedang mekar. Manusia (Umat Islam) telah terlupakan oleh keindahan sesaat manis “permukaan bumi/dunia”, terbuai oleh kemenangan “fatamorgana” yang berlari kedepan dan kembali mundur kebelakang dari waktu ke waktu tiada henti.

Di masa sekarang ini, umat Islam dimudahkan dengan berbagai corak dan ragam “dagangan” dakwah. Etalase buku menyuguhkan pemahaman “instan” tentang aqidah, syari’ah dan tassawuf, menjajakan sejarah dan dakwah menghadirkan pemikiran politik yang strategis dan kritis mengetengahkan pemahaman aliran yang indah mulai Syi’ah, Mu’tajilah sampai Ahmadiyah.

Pengajian-pengajian meriah dimana-mana, umat Islam mempunyai banyak pilihan untuk mendapatkan “syurga” dengan harga murah. Mau hidup di isi dari masjid ke masjid, tahajud berjamaah setiap bulan, dzikir berjamaah, mengasah wawasan tentang khilafah, menata qolbu ala Aa Gym atau sekedar mendengarkan ceramahan di majelis ta’lim semua ada tanpa ikatan tanpa bayaran tanpa tekanan.

Sedikit penghuni negeri ini yang hidup di “kedalaman bumi” mencari mata air ridho Ilahi, bersusah payah mendapat hidayah, bergegas hidup dalam jama’ah ahlus Sunnah karena takut hari qiamah.

Penutup

Mencoba membaca benang kusut gerakan dakwah di Indonesia masa kini, pada akhirnya yang ditemukan bukan hanya kusut semerawutnya dakwah tetapi mencirikan pula kesemerawutan keadaan masyarakat (Islam). “semaraknya” dakwah tidaklah melahirkan “kegairahan” untuk menegakan dan memperjuangkan aturan dan kedaulatan system Islam, malah makin bertambah keengganan dan penolakan terhadap usaha dan upaya dari sebagian Mu’min dan Muslim yang tetap istiqomah untuk membela hukum-hukum Allah.

Hidup bukan untuk membuta tuli, pura-pura tidak melihat dan pura-pura tidak mendengar berdiam diri berpangku tangan padahal realita yang punya “Kuasa” terhadap negara adalah orang-orang yang ‘buta’ dan ‘tuli’ pada ayat-ayat Ilahi. Hidup bukan untuk membuta tuli pada kenyataan negeri bernama Indonesia ini yang telah lama berpaling dari Kedaulatan dan Kekuasaan Allah Al-Malik pemilik Hukum Tertinggi.

Maka apakah yang mesti kita perbuat bila pada kenyataannya tanah tumpah darah negeri dimana kita dilahirkan dibesarkan dan hidup ini tidak menggunakan hukum-hukum Allah untuk mengatur perikehidupan masyarakat dan kenegaraan ?.

Wallohu a’lam

Read More......

Pelatihan Dakwah

Ust. Abdul Haris Abdullah, S.ThI saat menyampaikan materinya

Dari waktu ke waktu tugas dan beban dakwah akan semakin berat, karena menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang memadai dari para pelaku dakwah agar materi dakwah mudah dimengerti dan dipahami. Di samping itu diperlukan juga metode dakwah yang mampu menggugah hati dan menggerakkan obyek dakwah. Dengan demikian, dakwah akan mampu mengubah sikap masyarakat ke arah yang positif dan produktif dalam beramal.

Pada saat ini, sesuai dengan perkembangan zaman diperlukan pengetahuan dakwah yang disebut sebagai dakwah transformatif. Dakwah transformatif merupakan model dakwah, yang tidak hanya mengandalkan dakwah verbal (konvensional) untuk memberikan materi-materi agama kepada masyarakat, yang memposisikan da’i sebagai penyebar pesan-pesan keagamaan, tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam kehidupan nyata masyarakat dengan cara melakukan pendampingan masyarakat secara langsung.


Berikut foto-foto Pelatihan Dakwah Transformatif yang dilaksanakan oleh Pengurus Mushalla Al-Ikhlas Kelurahan Nunu yang bekerja sama dengan HMI Cabang Palu pada tanggal 1 Mei 2011 di Aula BPKB Sulteng jl. Tolambu Palu.

Peserta Akhwat


Peserta Ikhwan

Read More......